Bisnis jualan online semakin berkembang, dan pemahaman tentang perbedaan toko online dengan marketplace jadi kunci sukses. Toko online memberi kontrol penuh atas brand dan customer experience, tapi butuh effort lebih untuk promosi. Sementara marketplace sudah punya traffic besar, tapi persaingannya ketat dan ada biaya komisi. Banyak pebisnis memanfaatkan keduanya untuk maksimalkan penjualan. Artikel ini bakal bahas strategi memilih platform yang tepat, plus tips optimasi toko online dan marketplace biar omzet makin naik. Yuk simak perbandingannya biar kamu bisa ambil keputusan cerdas!

Baca Juga: Strategi Ampuh Keamanan Toko Online Anda

Keunggulan Toko Online Dibanding Marketplace

Punya toko online sendiri itu kayak punya rumah vs numpang di mall. Kamu bebas ngatur semua aspek bisnis mulai dari desain website, sistem pembayaran, sampai customer experience. Enggak perlu bagi hasil dengan platform kayak di marketplace yang biasanya ambil komisi 5-15% per transaksi (sumber komisi marketplace).

Branding juga lebih kuat karena semua traffic mengarah ke milikmu sendiri. Di marketplace, pelanggan sering enggak ingat siapa penjualnya—mereka ingatnya "beli di Tokopedia/Shoppe". Padahal, loyalitas pelanggan itu nilai utama buat bisnis jangka panjang.

Fleksibilitasnya juga beda. Toko online bisa diintegrasin dengan tools marketing kayak email automation atau CRM, sementara di marketplace kamu terbatas sama fitur yang disediakan platform. Contohnya, Shopify kasih kebebasan pakai berbagai plugin buat optimasi penjualan.

Enggak ada persaingan harga langsung di halaman produkmu. Di marketplace, produkmu bisa muncul berdampingan dengan kompetitor yang mungkin jual lebih murah—bahkan dengan gambar yang sama! Di toko online, kamu yang ngontrol narasi produk dan harga.

Terakhir, data pelanggan sepenuhnya milikmu. Di marketplace, kamu cuma dapet data terbatas. Dengan toko online, kamu bisa analisis perilaku belanja pelanggan dan bikin strategi upsell atau promo yang lebih tepat.

Intinya: Kalau mau branding kuat, kontrol penuh, dan margin lebih besar, toko online pilihan tepat. Tapi siapin strategi marketing ekstra karena kamu yang harus cari traffic sendiri!

Baca Juga: Smart Grid Solusi Jaringan Listrik Cerdas Masa Depan

Kekurangan Marketplace untuk Penjual

Jualan di marketplace itu kayak sewa lapak di pasar tradisional—dapat traffic, tapi banyak "biaya tersembunyi" yang bikin margin tipis. Komisi transaksi cuma awal cerita, masih ada biaya iklan (misal: Tokopedia Ads atau Shopee CPC) yang wajib dipakai biar produkmu kelihatan (contoh biaya Shopee).

Persaingannya gila-gilaan. Produkmu bisa tenggelam dalam 2 detik karena algoritma marketplace selalu prioritaskan seller yang rajin bayar iklan atau kasih diskon gede. Belum lagi risiko "perang harga" dengan seller lain yang jual barang sama—kadang sampe untung cuma Rp500 per item!

Kontrol branding minimal banget. Desain toko di marketplace seragam, deskripsi produk dibatasi karakter, bahkan nama tokomu kalah sama logo besar platformnya. Pelanggan loyal ke marketplace, bukan ke brand-mu.

Ada juga risiko akun tiba-tiba kena suspend karena melanggar aturan platform (yang sering berubah tanpa pemberitahuan jelas). Contoh kasus di Amazon: banyak seller di-banned karena "policy violation" yang kadang cuma kesalahan teknis.

Terakhir, data pelanggan terbatas. Kamu enggak bisa ngumpulin email atau nomor HP buat retargeting. Padahal, repeat customer itu kunci bisnis online!

Realitanya: Marketplace bagus buat jualan cepat, tapi enggak sustainable kalau mau bikin brand besar. Better pake marketplace sebagai "pameran" terus alirin pembeli ke toko online-mu sendiri.

Baca Juga: Iklan Jual Anjing Kucing Terbaik di Indonesia

Strategi Menggunakan Keduanya untuk Bisnis

Pinter-pinteran pakai kombinasi toko online dan marketplace itu kayak main catur—marketplace buat jaring traffic, toko online buat bangun loyalitas. Contoh taktik nyata: pasang harga sedikit lebih murah di marketplace (misal Rp95.000) tapi kasih kupon "Diskon 10% untuk pembelian pertama di website kami" di paket barang (studi kasus strategi omnichannel).

Manfaatin fitur "Official Store" di marketplace kayak Tokopedia atau Shopee buat tampilin link toko online-mu. Ini cara legal nge-lead pembeli ke platform milikmu tanpa kena penalty. Bonusnya, akun Official Store biasanya dapet badge trust dari platform.

Pakai marketplace sebagai "etalase tester" buat produk baru. Kalau laku, baru kamu promoin lebih gencar di toko online. Hemat biaya R&D karena algoritma marketplace bisa kasih data cepat soal produk yang diminati pasar.

Bikin bundling eksklusif cuma di toko online. Misal: "Beli 3 produk lewat website kami, gratis custom packaging". Ini bikin alasan kuat buat customer pindah dari marketplace.

Integrasin sistem inventory biar stok auto-update di semua platform. Tools kayak StoreHub bisa bantu hindari kejadian "barang sudah terjual di marketplace tapi masih muncul di website".

Pro tip: Track sumber traffic toko online-mu. Kalau banyak yang datang dari marketplace, artinya strategi cross-selling-mu bekerja. Funnel-nya: marketplace → toko online → program membership/repeat order.

Baca Juga: Panduan Standar Keamanan Produk dan Izin BPOM

Biaya yang Perlu Dipertimbangkan

Jangan cuma liat harga produk doang—biaya tersembunyi jualan online bisa makan margin sampai 30% kalau enggak dihitung matang. Di marketplace, komisi transaksi cuma puncak gunung es. Masih ada biaya:

  • Iklan wajib (CPC/ads): Minimal Rp50.000/hari di Shopee/Tokopedia biar produkmu muncul di halaman depan (patokan harga iklan marketplace)
  • Biaya kirim subsidi: Kadang kamu harus nutup sebagian ongkir biar dapet badge "gratis ongkir"
  • Fee payment gateway: 1-3% per transaksi kalau pakai OVO/DANA

Sedangkan toko online punya biaya lain:

  • Domain & hosting: Mulai Rp300.000/tahun untuk website basic
  • Plugin premium: Misal Rp800.000/tahun buat tools otomatisasi email marketing
  • Pajak UMKM: 0,5% dari omset kalau sudah PKP (info resmi pajak UMKM)

Jangan lupa budget buat:

  • Foto produk profesional: Rp50.000-200.000/item kalau pakai jasa fotografer
  • CS dedicated: Gaji staff Rp3-5 juta/bulan kalau orderan sudah ramai
  • Biaya retur: Bisa makan 5-10% dari omset, apalagi kalau jual fashion

Hitungan kasar:

  • Marketplace: Margin bersih 15-25% setelah semua potongan
  • Toko online: Bisa 35-50% tapi butuh modal awal lebih besar

Tips: Pakai spreadsheet buat tracking semua biaya per platform. Bandingin tiap bulan, lalu fokusin ke channel yang ROI-nya paling tinggi.

Baca Juga: Cara Mudah dan Cepat Top Up FF di Game

Target Pasar yang Cocok untuk Toko Online

Toko online paling cocok buat produk yang butuh storytelling atau punya nilai emosional tinggi. Contoh:

  • Produk custom/personalized: Kaos sablon nama, gift box ultah, atau furniture handmade. Pembeli biasanya mau langsung ke website karena butuh konsultasi desain (data tren personalisasi e-commerce)
  • Barang premium harga Rp500rb+: Target pasar ini jarang beli di marketplace karena lebih percaya website brand resmi. Survei Nielsen nyatain 73% konsumen kelas atas lebih suka beli langsung di toko online brand
  • Niche spesifik: Produk buat hobi tertentu (kolektor action figure, alat kopi specialty) atau kebutuhan khusus (vegan, gluten-free). Komunitasnya biasanya loyal dan gampang di-retarget via Instagram/Facebook

Juga cocok buat:

  • B2B (business-to-business): Pembeli grosir atau perusahaan lebih nyaman transaksi via website profesional ketimbang marketplace
  • Layanan berlangganan: Paket bulanan skincare, kopi, atau buku. Toko online memungkinkan sistem membership dengan auto-debit

Yang kurang cocok:

  • Produk commoditized (charger hp, tissue) yang harganya jadi faktor utama
  • Target pasar usia 40+ yang masih lebih nyaman belanja di marketplace all-in-one

Tips: Cek data Google Analytics kompetitor pake tools seperti SimilarWeb buat liat demografi pengunjung website mereka. Kalau audience-nya dominan usia 25-34 dan sering revisi website, artinya pasar toko online-nya potensial.

Baca Juga: Analisis SWOT untuk Menguasai Strategi Bisnis Anda

Tips Meningkatkan Penjualan di Marketplace

Kalau mau menang di marketplace, mainin algoritmanya dulu. Platform kayak Shopee/Tokopedia suka produk yang:

  • Cepet balas chat (response rate di atas 90%) – aktifin fitur auto-reply kalau perlu
  • Sering update stok – edit deskripsi tiap 2 hari biar dianggap "produk aktif"
  • Rating tinggi – kasih bonus cashback Rp2.000 buat pembeli yang kasih bintang 5 (contoh strategi Shopee)

Gimmick promosi yang terbukti kerja:

  • Harga psikologis Rp49.900 ketimbang Rp50.000 – conversion bisa naik 15%
  • Bundling flash sale (contoh: beli 2 gratis 1) tiap jam 8-10 malem, waktu peak traffic
  • Gambar utama kontras – pakai background merah atau kuning biar mencolok di antara competitor

Manfaatin fitur gratis:

  • Live streaming – seller yang rutin live di Shopee bisa dapet traffic 3x lebih banyak
  • Shopee/Tokopedia Feed – post konten "behind the scene" biar dapat engagement
  • Voucher platform – ikut program subsidi ongkir dari marketplace

Pro tip:

  • Pantengin kata kunci trending pake tools seperti Echo – selipin di judul produk
  • Clone produk bestseller-mu terus kasih varian baru (beda warna/kemasan) – algoritma suka "produk fresh"
  • Jangan lupa reply komentar – pembeli yang dapat respons personal 70% lebih mungkin repeat order

Inget: Di marketplace, konsistensi lebih penting daripada kreativitas. Update 5 produk/hari lebih efektif daripada bikin 1 produk sempurna tiap minggu.

Baca Juga: Rekomendasi CCTV Murah Berkualitas Terbaik

Memilih Platform Terbaik untuk Bisnis Anda

Pilih platform berdasarkan fase bisnis dan tipe produk:

Untuk pemula dengan modal minim:

  • Marketplace general (Tokopedia/Shopee) cocok buat produk massal seperti skincare atau aksesoris. Enggak perlu mikirin traffic, tapi siapin budget iklan 10-20% dari omset
  • Instagram Shopping efektif buat produk visual kayak fashion atau F&B. Pakai fitur product tag + link bio ke Linktree (contoh optimasi IG Shop)

Bisnis growing (omset 50jt+/bulan):

  • Website sendiri pakai Shopify atau TokoKini biar punya data customer lengkap. Cocok buat brand yang mau bangun loyalitas
  • Niche marketplace seperti Sociolla (beauty) atau Blibli (produk premium) – kompetisi lebih kecil dibanding general marketplace

Bisnis B2B atau grosir:

  • Gunakan platform khusus B2B seperti Ralali atau Bizzy. Pembeli di sini cari harga murah tanpa perlu flashy marketing

Checklist pemilihan platform:

  1. Cek demografi pengguna – Shopee dominan usia 18-30, Bukalapak banyak pembeli 40+
  2. Hitung biaya tersembunyi – Komisi + iklan di marketplace bisa makan 25% margin
  3. Test 3 bulan – Bandingkan conversion rate tiap platform pake Google Analytics

Kombinasi ideal:

  • Pakai marketplace buat customer acquisition
  • Alirkan pembeli ke website/WhatsApp untuk repeat order
  • Gunakan IG/TikTok Shop buat produk viral

Warning: Jangan asal pindah platform! Produk yang laku di Shopee belum tentu cocok di website sendiri. Analisis data dulu sebelum migrasi.

jual beli online
Photo by Kelly Sikkema on Unsplash

Marketplace itu seperti pintu masuk yang bagus untuk memulai bisnis online, tapi jangan jadikan satu-satunya strategi. Fokus bangun toko online sendiri begitu omzet mulai stabil, karena di situlah margin dan loyalitas pelanggan benar-benar bisa dikembangkan. Kombinasikan keduanya – pakai marketplace untuk menjaring pelanggan baru, lalu bawa mereka ke platform milikmu untuk pembelian berikutnya. Ingat, bisnis yang sustainable bukan cuma tentang jumlah transaksi, tapi tentang seberapa besar kontrolmu atas seluruh customer journey. Mulai sekarang, perlakukan marketplace sebagai batu loncatan, bukan tujuan akhir!

By sohu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *